11 April 2013

Cerita tentang Pulau Poyalisa (Kepulauan Togean, Sulawesi Tengah) - Eksekusi

“The journey of a thousand miles begins with a single step.” - Lao Tzu 



Diputuskan pada akhir bulan Maret 2013, saya berangkat menuju Togean. Tanah dan air yang sejak dua tahun lalu hanya menjadi sebuah resolusi. Bersyukur karena internet melalui wikipedia, http://poyalisa.blogspot.com, www.tikateacool.wordpress.com, tripadvisor, dan beberapa blog berbahasa asing membantu saya mendapatkan informasi. Kurang lebih satu minggu waktu yang saya butuhkan untuk mematangkan rencana.

28 Maret 2013
 
  • Minibus (dikelola agen Touna Indah Travel) membawa saya keluar dari Palu pukul 17.30 WITA. Lembur kantor yang diwajibkan saya tinggalkan.
  • Sempat singgah untuk makan malam di sebuah rumah makan tanpa nama. Nasi, ikan, rica, dan sayur yang cukup sedap. Harga, mahal.
  • Rute dari Palu ke Kabupaten Parigi Moutong melewati daerah perbukitan yang dikenal dengan Kebun Kopi. Fakta bahwa sebenarnya di bukit ini tidak ada tanaman kopi sama sekali. Unik bahwa di daerah ini yang belum jauh dari Palu yang panas tapi berhawa sejuk seperti di Puncak (Jawa Barat)
  • Sepanjang perjalanan pun tidur. Tidak terlalu nyaman. Musik diputar keras-keras oleh sopir. 

29 Maret 2013
  • Tiba di Ampana pukul 02.00 WITA. Bermalam di Marina Cottage. Bangunan kayu di pinggir pantai. Kaget, karena ada Air Conditioner.
  • Kopi pagi dengan Pak Dadang Setiwan, koresponden EVERTO (www.EVERTO.org), dan Pak Edhy. Obrolan seputar kabar yang menyebutkan mengenai rencana pembangunan bandara di Ampana dan organisasi EVERTO bentukan Marion dan Jeff (French) yang peduli akan pengelolaan sampah di Togean. 
  • Pukul 09.30 WITA, Pak Edhy mengantar saya ke kapal yang akan menyeberangkan saya ke Pulau Poyalisa. Kapal yang biasa membawa 20-40 orang penuh dengan logistik yang hanya bisa diperoleh di daratan (Ampana). Ukuran kapal yang tidak terlalu besar bisa menjadi catatan bagi yang trauma atau tidak terbiasa.
  • Kapal tanpa tempat duduk hanya selasar di dalamnya. Berisik mesin di bagian tengah. Tiga jam dengan tingkat kenyamanan terbatas. Sebisa mungkin tidur.
  • Sebelum sampai ke Pulau Poyalisa, kapal singgah di sebuah desa untuk menurunkan penumpang dan barang. Hampir satu jam setengah. Beruntung wilayah di sekitar sana sudah mulai berbeda dari yang biasa saya lihat.
  • Lepas dari desa tersebut, tak kurang dari 15 menit kemudian, disambut karang-karang yang ditumbuhi pepohonan sehingga nampak seperti pulau-pulau kecil, laut yang jernih, dan senyuman staf penginapan, saya sampai di Pulau Poyalisa.
  •  Nampak tahu bahwa saya lapar, staf langsung menghidangkan makan siang berupa Nasi, sayur daun kelor dengan santan, dan ikan sejenis cakalang, dan jeruk untuk perasan. Di seberang saya tamu dari Perancis, yang kelak saya ketahui bernama Sara and Her Boyfriend
  • Muka berminyak dan perut kenyang, saya minta diantar ke kamar. Saya pilih kamar di bukit yang menghadap laut dan sajian sunset. kamar dalam kondisi rapi.
tempat terbaik untuk membaca

  • Baru duduk di pasir putihnya, beberapa tamu terlihat nampak bersiap snorkelling di sekitar pulau. Sore itu baru membuka obrolan dengan Nina dan Henri (Finnish, Couple, Career-breaker) sepulang mereka snorkelling,"was that good?"
  • Makan malam nikmat dengan ikan segar dan perasan jeruk. Mewah bagi saya yang tinggal di Palu dengan harga masakan ikan yang mahal.
  • Tidur cukup nyenyak. Listrik di pulau ini menyala hanya dari jam 6 sore sampai 12 malam. Perhatian bagi yang kesulitan tidur dalam kondisi gelap.

30 Maret 2013
  • Sholat shubuh yang indah dihadapan lautan, disamping hijaunya pepohonan, dan dipenuhi udara segar. Perasaan terbaik.
  • Ketika pukul 08.00 WITA semua tamu sudah berkumpul untuk sarapan. Ann, 80 tahun asal Florida (US) mengawali pembicaran, dan kemudian riuh dengan obrolan. Berbagi kopi juga pagi itu dengan Georges dan Patrick (French), Bernadette (Hungarian based in Burma), dan Simon (French) dan Nana (Jakartan, his fiance). Kopi, kue, dan salad buah yang segar. Sarapan, OK.
  • Pukul 09.00 WITA saya, Ann, Nina dan Henri, Georges, Patrick, dan Bernadette naik kapal untuk diantar ke titik snorkelling yang berjarak 45 menit dari pulau. Sempat dibayangi awan mendung. Titik pertama luas, namun tidak terlalu beragam baik karang maupun ikannya. Titik kedua lebih berwarna, saya berenang sampai ujung jurang karangnya setelah ditantang oleh Ann. dari semuanya nampak saya paling amatir.

  •  Kembali ke pulau ketika makan siang. Masih dengan menu ikan. Catatan bagi yang bermasalah dengan ikan bisa disiasati dengan permintaan ganti dengan telur atau ayam. Dengan risiko, tambah harga.
  • Siang itu pula datang tamu dari Luwuk, pemuda 4 orang yang menjadi tamu Indonesia selain saya. Ajakan untuk snorkelling di sore hari tidak bisa saya penuhi selain karena ingin membaca buku Titik Nol karya Agustinus Wibowo yang saya bawa. Sambil tiduran di bangku dibawah pohon sampai sempat tertidur.
  • Terbangun ketika mendengar suara Nana,"tolong Blackberry aku ya."
  • Tidak ada sinyal komunikasi sama sekali di pulau ini.
  • Kadung terbangun, obrolan dengan Nana tentang rencana pernikahannya dengan Simon dan kehidupan kantor di Jakarta yang sedikit mengingatkan saya.
  • Makan malam lebih meriah karena sekarang ada 15 orang makan bersama. Berbagi cerita, mengasah kemampuan bahasa. Sebelumnya beberapa kali mati lampu karena ada masalah pada genset. Ann berkata kepada saya,"you, young boy, bring a bad sign." lantas dibalas gelak tawa.


31 Maret 2013
  • Pagi terakhir, sarapan terakhir, beberapa tamu mulai berpamitan sebab beberapa dari kami akan meninggalkan Poyalisa. Ann, Sara & Her Boyfriend, Simon & Nana akan menuju Wakai. Saya dan 4 orang dari Luwuk kembali ke Ampana.
  • Saya merasa berada di tempat yang tepat dan di waktu yang tepat. Saya bertemu tamu lain yang ramah. Seperti teman lama yang asyik bercengkrama, seperti keluarga yang saling bertukar cerita.
  • Tidak keberatan untuk saling bertukar alamat email, saya ide menggunakan hasil foto fuji instax saya sebagai tempat menuliskan alamat kontak mereka.
  • Masih sempat saya dan 4 pemuda dari Luwuk untuk snorkelling lagi berjarak 30 menit dari pulau. Punya waktu sampai jam 12.00 WITA, titik snorkelling hari ini adalah terbaik. Dangkal, karang berwarna-warni, ubur-ubur kecil melayang-layang, dan berhasil mendapatkan foto-foto terbaik.
  • Akhir perjalanan terasa semakin nyata. makan siang tanpa ikan karena waktu itu ikannya digoreng terlalu kering yang saya tidak suka, berpamitan dengan sisa tamu yang ada sambil berjanji akan memberi kontak satu sama lain. Saatnya melambaikan tangan dari atas kapal yang siap membawa saya kembali ke Ampana.
menu sarapan

begitu dangkalnya, begitu indahnya.


tempat sholat terbaik

Makan malam yang hangat


Boy, bekerja di tele-sub con.




Hingga pagi keesokan harinya tiba kembali di Palu, memulai rutinitas, membangun daya dan tenaga setelah melalui perjalanan darat semalaman dan tidak sesuai jadwal, cerita indah tentang pulau cantik bernama Poyalisa ini akan jadi catatan untuk masa depan tentang negeri ku ini, Indonesia.
Pagi Terbaik di Hari Minggu


No comments:

Post a Comment